Mereka Yang Berterimakasih (Kenangan Melayani JHI)

1. SETIA SEPERTI NAMANYA

Syahdan, suatu pagi di pelataran toilet Abu Jahal sekitaran Gerbang Marwah Masjidil Harom seorang kakek duduk bersimpuh menatap kosong. Suasana agak lengang karena merupakan bubaran selepas sholat Shubuh. Dengan Pakaian yang masih berihram, terkadang raut wajahnya timbul tenggelam cemas diujung senyumnya yang memudar.

Namanya Yasin Setia Kasdan, ia kakek berumur sekitar 70 tahun dari Subang Jawa Barat. Dirinya merupakan Jamaah Haji Indonesia (JHI) gelombang pertama yang pada hari itu sedang melaksanakan umroh pertama (wajib). Dari kejauhan lama saya amati, akhirnya saya putuskan untuk mendatangi beliau, sambil duduk dihadapannya dan mengajaknya bicara.

” Kek, sedang apa disini ? ” tanya saya.

” Ada apa tanya-tanya ” Pungkas Kakek

” Ngga Kek, kirain Kakek lagi nunggu siapa gitu, kok ngga pulang-pulang? ” penasaran saya.

” Saya nunggu isteri dari tengah malam, katanya teh, kencing, saya sudah bilang saya nunggu disini, saya kan Suami, mesti jagain isteri” Tegas kakek.

” Owh gitu Kek (sambil menghela nafas iba), berati udah lama ya Ki (panggilan berubah karena nada bicara orang Sunda) ” terang saya.

” Iya, Suami kan mesti punya harga diri, njaga isteri” jawab Kakek.

” Oya baik, Gini Ki, mungkin isteri sudah pulang tapi saya telpon ketua rombongannya dulu, mastiin, sini kartu jamaah hajinya saya scan” pungkas saya.

” Mangga, biar pasti, Aki juga dah lama didiye (disini) ” jelas kakek.

Proses mengidentifikasi pun dilakukan hingga diketahui nama ketua kloter/rombongan, dan nomor kontak yg tertera segera saya simpan. Kelebihan sistem informasi data haji saat ini yaitu setiap JHI memiliki kartu Haji dengan barcode yang bisa dibaca olehh aplikasi Haji Pintar sehingga sangat membantu petugas mendapatkan data-data penting seperti asal nama lengkap, asal kloter/embarkasi, nama hotel mekkah dan madinah, nama ketua kloter, nama ketua rombongan, domisili sektor, hingga tanggal keberangkatan dan kepulangan. Setelah identifikasi nomor whatsapp keluar maka saya japri foto Aki Setia dan identitas beserta data diri tangkapan layar aplikasi Haji Pintar.

Pesan terbaca kemudian saya telepon kepada ketua rombongan dan menjelaskan situasinya. Didapat info bahwa isterinya sudah kembali dan mengidap demensia (pikun). Lalu dijelaskan hingga saya memperdengarkan suara ketua rombongan kepada Aki Setia, dan bersepakat agar Aki mesti pulang saja karena sudah ditunggu isteri.

” Gimana Ki, jadi sekarang kita bisa pulang aja, isteri sudah pulang itu kata ustad ? ” Tanya saya.

” iya Alhamdulillah, Aki kirain masih didalem toilet , Aki kan Suami punya harga diri mesti janji tetep disini ” ujar Aki terus mengulang prinsipnya.

” Aki sudah makan belum, ini ada roti, kurma, zam zam, pilih mana” tawar saya.

” Muhun, Aki belum makan minum dari tengah malam ” balas Kakek sambil mengambil makanan yang terhidang didepannya. Ucapan terimakasih, memuji dan mendoakan saya terus berulang-ulang ia ucapkan. ” Nuhun, aa bager, aki doain jadi orang terkenal, Aki tinggal di Pegaden (Kecamatan/desa), aki benghar (banyak duit), di hotel Aki beli ranjang, Aki juga punya anak di Kejaksaan Agung” tambah Kakek.

Selepas makan ringan, saya pun mengajak Aki menaiki bus dari terminal Bab Ali. Tak lupa juga saya mempersiapkan titik koordinat hotel Tulib An di kawasan Mahbaz Jin melalui aplikasi Gmaps. Dari toilet Abu Jahal ke Terminal Bab Ali sekitar 400 meter, kami berjalan kaki bersama dan menaiki bus rute Bab Ali – Terminal Jamarat.

Agar tak terlewat saya memastikan titik pemberhentian bus dan didapat yaitu pemberhentian pertama. Selama perjalanan, tak bosan ia mengucapkan terus berterimakasih dan lisannya mendoakan ” mas Bager nuhun atuh, Aki doaken jadi orang terkenal” tukas Kakek. ” Jadi orang bermanfaat aja Ki” balas saya merendah. Raut wajahnya memelas sambil menepuk-nepuk punggung saya, rasya syukur terimakasihnya. Tetiba ia mengeluarkan kantong berisi uang meyelipkan beberapa riyal ke saku rompi saya, dengan sigap saya menolak namun Aki memaksa. ” Ini ga seberapa A, muhun diterima Aki ikhlas” terang Aki. “Iya Ki, tapi buat Aki aja disimpen” balas saya. Kakek tetep menahan saya mengeluarkan uang itu kembali.

Sesampai di pemberhentian bus, kami pun berjalan kaki melewati terowongan bawah jalan (underpass) yang bertangga. Agak prihatin, bagi lansia untuk menuruni dan menaiki tangga, saya mesti lebih berhati-hati memegang lengan Aki karena hanya bisa berjalan perlahan mengingat sepuhnya beliau. Keluar underpass kami masih berjalan meniti pedestrian sejauh beberapa meter dan akhirnya tiba di Hotel Tulib. Kami pun kelantai atas tempat kamar Kakek.

Untuk berjaga-jaga saya ajak ke kamar tim kesehatan kloter dan di cek tanda vital kesehatan. Jamaah lain pun menyambut dan bersyukur menginformasikan bahwa Kakek ini hilang semalaman, dan tetangga kamar jamaah lain mendatangkan isteri Kakek. Ahamdulillah ia bertemu, dan Aki menguraikan air mata bahagianya beliau, sudah bertemu. dan brukk menjatuhkan punggung kebelakang diatas ranjang, ia awalnya duduk diranjang lalu rebahan seakan pingsan, ia berbaring sambil beristirahat. Isterinya mendampingi sambil memijit paha dan kaki si kakek

Saya pun mendoakan Kakek agar lekas pulih dan banyak istirahat. Tak lupa berpamitan kepada pasangan bahagia tersebut dan tim kesehatan kloter, dan saya pun kembali bertugas ke Masjidil Harom.

2. DZIKIR BERSAMA, SHOLAWAT BERSAMA SAMBIL MENUNGGU

Kisah berikutnya yaitu Jemaah Haji asal Lombok. Namanya Zainuddin Sarang Dayo asal Sumbawa berusia 65 tahun. Ketika kami berjaga di pos Babussalam maka datanglah seorang kakek berkopiah hitam dan berbatik. Dirinya mengatakan tersesat dan bingung kembali ke hotel. Sejenak kami identifikasi data diri dan mendapatkan lokasi penginapan kakek tersebut. Tidak lupa kami tawarkan makanan ringan untuk mengganjal perutnya yang dibilangnya lapar.

Waktu saat itu menunjukkan pukul tiga lebih dinihari waktu Saudi. Karena mendekati waktu Shubuh saya ajak untuk ke lokasi sholat diatas gelaran karpet yang sudah tersedia. Sambil menunggu waktu sholat, kami pun berbincang lama. Mulai dari asal tinggal, kegiatan sehari-hari hingga proses awal hingga naik haji. Pada suatu waktu ia terdiam dan menyesal merasa dihukum Allah SWT atas khilafnya seperti ia tidak diijinkan pulang. Pun saya mengarahkan istigfar agar tidak menyalahkan diri sendiri. Setiap kesulitan pasti ada khikmah terhapus dosa dan bertambahnya derajat seseorang. Kakek Zainuddin mengangguk mendengar tenteram.

Untuk menghilangkan jenuh pun saya ajak bersholawat bersama tidak kurang selama 15 menit. Dari mulai sholawat badar, Asyghil hingga sholawat Nariyah. Kakek Zainuddin hafal semua sholawat tersebut. Hingga selesai sholat shubuh masih ada jeda waktu kami berdzikir bersama dengan bacaan tasbih, tahmid, dan tahlil.

Usai waktu pagi semakin terang, setelah mencicip beberapa butir kurma yang saya bawa, kami pun bersiap berangkat ke terminal Ajyad. Belum sampai WC 3 atau Zamzam Tower rekan saya dari pos lain menjemput dan bersedia mengantar ke terminal yang dituju. Ini yang kami namakan operan sehingga, petugas yang menemukan dapat menghemat tenaga mengantar Jemaah haji yang terpisah rombongan dan tersesat di kawasan Masjidil harom. Kakek Zainuddin mengucapkan terimakasih kepada saya dan berharap saya yang mendampingi terus, namun setelah dijelaskan ia dapat memahami dan mendoakan kami semua petugas mendapat balasan dari Allah SWT.

3. Sesama Lansia yang Solider Menemani Rekannya

16 Juni 2023. Fahruddin Udi Kahrum (63 tahun) dari Cianjur dan satu teman serombongannya mendatangi saya di lantai dua tempat Sai titik Safa bersebelahan dengan pos EMT Bulan Sabit Merah Saudi. Ketika itu waktu menjelang Sholat Jumat di Masjidil Harom.

Masih menggunakan pakaian Ihram, Rekan Kakek Fahruddin dalam kondisi kesulitan berjalan cepat. Awalnya kakek Fahruddin tidak terpisah dari rombongan yang sedang melaksanakan umroh. Namun rekannya terlihat kepayahan dan supaya menjaga rekannya ini tidak terpisah ia selalu berdekatan hingga akhirnya pada suatu waktu sesaknya lantai tawaf dan Sai, pun keduanya terpisah dari rombongan besar.

Berasal dari kloter JKS 34 Kakek Fahruddin merasa peduli agar tetap menjaga rekannya. Walau terkadang ia agak bersungut-sungut menyalahkan rekannya ini namun dari sikapnya ia ingin agar tetap bersama. Kasus permasalahan yang sama dari dua jemaah haji ini yaitu mereka lupa dimana hotel mereka berada menginap.

Sambil menggelar sajadah yang saya bawa untuk kami bertiga, Azan tiba kami pun bersepakat untuk melaksanakan sholat. Hari Jumat merupakan puncak jamaah memadati masjidil Harom. Saking penuhnya, bahkan ditiadakan bus solawat Indonesia (antar jemput) dan bus khusus rute Bab Ali-Jamarat sejak jam sembilan pagi hingga bubaran Jumatan.

Saya pun mendata identitas kakek ini dan mendapati informasi haji dari aplikasi bahwa mereka menempati penginapan di wilayah Mahbas Jin tepatnya di Hotel Dar Ummul Quro yang berati mesti menaiki bus dari terminal Bab Ali.

Akhirnya saya mengantar ke terminal dan dilanjutkan kehotel tempat kedua kakek ini ditempatkan, Ucapan terimakasih dan rasa syukur mereka sampaikan. Bagi saya ini merupakan tugas dan makin membuat saya tetap bersemangat dengan terus bergerak di lapangan.

4. Senyum yang menghapus Air Matamu Nek

5. Merespon di area Tawaf Kakbah

Tinggalkan komentar