Pengalaman menjadi Petugas Haji 2023

28 Mei 2023 Kami menjejakkan kaki di Bandara King Abdul Azis (KAA) Jeddah Arab Saudi. Kebetulan keberangkatan untuk petugas penempatan Daerah Kerja (DAKER) Mekkah sepekan setelah keberangkatan Daker Madinah dan Bandara.

Tiba di Mekkah suasana kota suci ini masih belum ditempati oleh Jamaah Haji Indonesia (JHI), dikarenakan untuk kloter (kelompok terbang) awal-awal masih melaksanakan Arbain (40 waktu sholat atau 8 hari Madinah). Pun Kami diberi kesempatan untuk melakukan Umroh Wajib sebagai rangkaian haji tamattu petugas dengan toharah, mengganti pakaian dengan Ihram di Bandara KAA, sholat sunat Ihram, dan mengambil miqat sebelum bus berangkat. Usai Umroh, karena menjadi petugas haji pakaian dinas mesti digunakan maka kami dikenakan Dam (denda Syariat).

Tergabung dalam bidang PKP3JH (Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama Pada Jamaah Haji) kami berkumpul dalam sektor khusus (Seksus} Masjidil Harom, Mekkah Al Mukarromah. Tiga hari awal orientasi medan dilakukan, titik dan sudut-sudut Masjid dikenalkan unsur pimpinan Seksus. Dari Area Tawaf, Sai, Babussalam-BabulMarwah, WC 3 Zamzam Tower, Daruttauhid Hotel, area perluasan Abdullah, hingga Pos Induk Terminal Syib Amir diperlihatkan dan dijelaskan. Akhirnya diawal Juni 2023 Jamaah berangsur masuk ke Kota Mekkah disitulah gegap gempita dan eforia untuk umroh, menyapa Kakbah dari JHI sangat berantusias.

Penekanan sebagai Delegasi BNPB (Pekerja Sosial Kebencanaan) harapan Direktur Bina Haji Kemenag berpesan untuk memberi masukan mitigasi terhadap pelaksanaan haji 2023. Ekspektasi itu pun ku jawab dengan membuat media sosialisasi (pemasaran sosial) dari tim kecil dengan output poster tindakan pencegahan seperti Gerakan Tiap Jam Seteguk air/Sebutir Kurma, Gerakan Siaga Sandal & Alas Kaki, Gerakan Cegah Patah Tulang pada Lansia, Gerakan Siaga Sprai Air, Gerakan Siaga Armuzna dan beberapa poster merespon isu kasus terkini. Jauh sebelum berangkat saat bimbingan teknis fasilitator minta dibuatkan prosedur mitigasi dan pengurangan risiko bencana bahaya crane jatuh dan jamaah berhimpitan/tabrakan dan sudah tuntas dibuat dan laporkan.

Sebagai Pelaksana PKP3JH ini berati kami sebagai prajurit lapangan yang memiliki tugas pokok memberi pertolongan darurat baik yang sifatnya first aid kesehatan maupun layanan umum. Pada kasus pertolongan pertama medis secara umum terkait JHI yang kelelahan, terluka, pingsan hingga tanpa nafas/nadi.

Sedangkan layanan umum yang kami lakukan seperti memberi pengarahan hingga mengantar JHI tersesat/terpisah rombongan, pemberian informasi lokasi tertentu, memastikan selesai rangkaian ibadah umroh dan pengantaran kursi roda kepada jamaah yang benar benar mesti dievakuasi.

Kelebihan Petugas Haji Sektor Khusus Masjidil Harom yaitu fleksibilitas dalam bergerak dan mobilisasi. Memposisikan diri sebagai ‘penunggu masjid’ kami bersiap diri sebagai pusat informasi JHI yang bertandang di ‘Harom’. Momen JHI memerlukan bantuan maka PFA (Pshycological First Aid) selayaknya diterapkan personel Sektor Khusus Harom.

Mendengarkan laporan/keluhan, mengidentifikasi data jamaah, hingga menghubungkan ke sumber layanan lain merupakan makanan seharihari ketika berjaga di pos yang sudah ditentukan. JHI Lansia, JHI Demensia, JHI tersesat, JHI kram, hingga kehilangan sandal/alas kaki maka di perbekalan ransel kami selelau tersedia Obat dalam First Aid Box dan stock sandal.

Pada kasus agak berat seperti pingsan, patah tulang, stroke, hingga jantung, maka komunikasi dan koordinasi dengan Bulan Sabit Merah Arab Saudi sebagai EMT (Emergency Medical team) lokal menjadi kunci proses pertolongan berlangsung untuk keselamatan dan keamanan JHI. Fasilitas kesehatan di dalam kawasan Harom (Harom Emergency Center) berada di lantai pintu Safa, lantai dasar, dan lt 2 Abdul Azis Gate.

Faskes agak besar berada di RS Ajyad WC 3 dan King Abdullah Hospital Harom. Sedangkan RS agak besar berada di King Abdul Azis, King Faisal, dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan dengan TKHI (Tenaga Kesehatan Haji) Kloter membutuhkan sertifikat kematian bila JHI meninggal atau rekomendasi visitasi (pemantauan lapangan) bila JHI rawat jalan atau IGD RS Arab Lokal.

Tantangan Personel PPIH

Jetlag dan Adaptasi perbedaan minus 4 jam dari Waktu Indonesia Bagian barat menjadi awal yang mesti dihadapi. Setiap personel PPIH memang mendapat bonus khusus Haji dan Umrohnya. Ketibaan hari pertama maka stamina dan fisik akan terkuras dengan melaksanakan umroh setelah delapan jam di pesawat.

Pola makan pun mau tidak mau akan bergeser antara Arab Saudi dan Indonesia. Bila makan siang di Jakarta jam 12.00-13.00 WIB maka disini sekitar jam 07.00-09.00 WAS. Maka jam-jam kritis seperti snack time mesti diantisipasi seperti sore dan Jam-jam kantuk menjadi wajib melek mata. Waktu shalat pun berubah dan mesti menyesuaikan seperti magrib di Arab saudi menjadi sekitar jam 19.00 WAS, Isya menjadi jam 20.30 WAS.

Selanjutnya adalah aklimatisasi atau penyesuaian temperatur udara kota dengan suhu tubuh kita. suhu rata-rata yaitu diatas 37 derajat hingga 45 derajat baik Mekkah maupun Madinah. Maka bijak dengan Siagakan menggunakan payung lipat surya bersinar, memakai tabir surya atau topi. Heat Stroke atau sengatan panas sangat memungkinkan terpapar tubuh kita.

Pola bertugas PPIH dituntut setiap hari dan tidak ada jeda istirahat dalam kurun interval hari hari dalam sepekan, maka menjaga stamina sangat penting terutama asupan makanan dan cairan yang cukup. Hal ini dikarenakan terbilang terbatas jika PPIH mendapat dukungan buah segar. Alhamdulillahnya di tahun 2023 sarapan, makan siang dan makan malam disuplai oleh katering Indonesia namun ada momen puncak haji yaitu 8 Dzulhijjah hingga 13 Dzulhijjah personel PPIH tidak mendapat dukungan makanan nasi sehingga banyak yang beralih ke mie instant.

Pola shift bertugas dalam sehari sedikit banyak juga diantisipasi, sangat berbeda waktu ideal 8 jam bekerja dengan pola 12 jam bekerja. Risiko kelelahan (burnout) fisik dan mental tetap menghantui.

Lokasi bertugas juga mesti disikapi dengan bijak karena menentukan terkuras fisik dan kejenuhan. Khusus bagi saya lokasi pos jaga di lantai 1 Sa’i, dan lantai 2 Sa’i merupakan ruangan yang bersuhu dingin, berbeda ekstrim dengan suhu luar bila siang hari. Bila mendapat tugas di malam hari maka ketebalan pakaian sangat menentukan.

Terakhir adalah kekompakan tim dan sistem dukungan diri. Potensi keretakan relasi akibat kejenuhan, dan interaksi satu sama lain atau dengan pimpinan memiliki risiko terganggu. maka self support dari rekan-rekan kerja, keluarga maupun nasihat rohani dapat bernilai penting. Semuanya dikembalikan kepada niatan awal beribadah kepada Tuhan, mengabdi melayani JHI sebagai Duyufurrahman (tamu-tamu Allah SWT).

Puncak Haji dan ARMUZNA

Substansi Haji adalah wukuf di padang Arafah, demikian penegasan Nabi SAW dalam sebuah hadist. Seorang penggembala domba/kambing yang tidak sengaja memasuki Arafah pun memiliki keutamaan Haji. Ilustrasi Petugas Haji seperti sejarah sahabat Abbas ibn Muthollib yang menjaga unta (kendaraan jamaah haji). Intinya adalah terdapat kemudahan (rukhsah) akibat udzur tugas yang diamanatkan kepada personel PPIH.

Selain menggunakan pakaian dinas pasca Ihram, maka ada beberapa penyesuaian bagi Petugas Haji karena kadarnya adalah fiqih bagi petugas. Petugas Haji akan bergegas ke Arafah sebagian besar pada 8 dan 9 Dzulhijjah. Saat itu Pakaian Ihram bagi laki-laki sudah dikenakan dengan mengambil miqat dari penginapan/hotel masing-masing. Pengaturan lokasi wukuf (maktab/tenda) tiap tahun sudah ditentukan oleh Pemerintah Arab Saudi.

70 maktab untuk keseluruhan Kloter di tahun 2023 sudah disiapkan, petugas tidak mendapat resmi tenda mana yang bisa ditempati. Pengalaman kemarin kami ditempatkan di tenda masjid.

Sudah ada pengaturan khusus saat ARMUZNA (Arafah Muzdalifah dan Mina) penugasan adhoc bidang-bidang pelayanan PPIH ditempatkan khusus di zona berbeda setelah pergi dari Arafah. Sekitar waktu ashar PPIH bergeser seperti asal Daker Madinah dan Bandara ditempatkan di Pos 1 dan 2 Muzdalifah serta Mina. Saya dan tim PKP3JH bergeser ke Muzdalifah menaiki bus.

Dari Muzdalifah kebetulan karena ‘Mabit’ maka simbolis mengambil batu dijadikan pelaksanaan. dari Muzdalifah kami berjalan kaki hingga ke MIna sekitar 7 km. Secara normal disediakan bus dari Muzdalifah ke Mina.

Dari Mina kami ke Jamarat melewati terowongan (total 4 Km) hingga tiba melempar Jumrah Aqabah. Alhamdulillah penginapan kami dekat dengan Jamarat. Khusus Mabit di Mina terdapat rukhsah karena penugasan sebagian PKP3JH merupakan seksus di Masjidil Harom sehingga tidak bermalam.

Tinggalkan komentar