Pernak-pernik kisah lucu di Jepang (RTJ-28)

Seakan film the 13th Warrior, kami adalah angkatan pertama bidang Manajemen Bencana kegiatan Co Creation Young Leader di Jepang untuk tahun 2017 dengan jumlah 13 orang. Dua dari Aceh yaitu Musa san (TDMRC) dan Baruqa san (KanSAR Aceh), Ipah (BPBD Prov Bengkulu), Hera (BPBD Prov Sumbar), Iqbal (LIPI Liwa-Lampung), Celi (Samarinda), Tama dan Amel (Bappeda Kendari-Makassar), boy Gamal (BPBD Prov MalUt), Ria (BPBD Prov NTB), dan tiga orang dari BNPB (saya, mb Anggi, dan Kaca).

1. Syukria – Free

IMG-20170926-WA0152

Malam-malam kami berjalan kaki dari lokasi stasiun Maiko yang berada dibawah jembatan Asahi menuju Masjid Kobe. Awalnya dirasa pendek jaraknya ternyata lumayan betis dan paha pegal pegal terasa. Sekitar 1 jam lebih tanpa terasa karena melewati destinasi foto yang kami anggap indah seperti Portland tepian pantai dengan pemandangan jauh Kobe Tower dan ‘explanade’ nya Kobe. Perjalanan dilanjutkan sehingga tibalah di restoran asia tengah yang kami dapati dekat dengan masjid Kobe yang sudah tutup. Awalnya agak ragu karena menengok ke dapurnya hanya ada satu orang koki merangkap penerima pelanggan. Melihat lihat menu dengan harga yang cukup wah yaitu 1,800 yen membuat dilema, antara lapar, kedinginan dijalan dan lelah kaki kami. Sebagian dari kami memutuskan pulang karena tidak bisa makan kari dan biryani. Mb Anggi, Ipah, Ria, melanjutkan pulang dan mau tidak mau ada laki laki yang menyertainya, maka mas boy Gamal ikut. Konon kata mereka, sempat berputar putar karena tersasar dan letih sangat, melanda mereka  ketika tiba di penginapan.

Di restoran tinggal saya, Baruqa, Musa, Tama, Celi, Kaca, Amel dan Ria. Menu dipersentasikan sang koki, kata yang selalu kami ingat dari dia, chicken in minimarket (fami**m***) no halal, chicken in Mc******* its haram, but here is halal, insha Allah, insha Allah, dengan logat Bangladesh ke India-an. Ujarnya pula, discount is yess, insha Allah, insha Allah. Membuat hati kami berbunga bunga.

Lama menunggu, koki bernama Seih menghidangkan pembuka berupa salad sayuran, tidak lupa ia bilang “its free”.  Dalam sekejap ludes makanan tersebut, ditambah gratis 1 liter botol besar minuman cola dari Saih, ujarnya its free, no money, insha Allah insha Allah. Akhirnya aneka Biryani pesenan sudah datang, baik kambing maupun ayam. Yang membuat kami tambah senyum dan tertawa, di restoran itu ada tempelan kertas kertas tulisan kesan pesan, contohnya ada yang berbahasa Indonesia yaitu: makanannya mahal tapi enak. :p. Ketika makanan habis kami membayar dan tidak ada potongan harga sama sekali, dan kami meminta menulis kesan pesan tidak diberikan, padahal kami pelanggan terakhir malam itu. Amel yang meminta dibungkus karena tidak habis menyantap diberikan bonus nasi dan kari. Kenangan makan tersebut selalu kami ulas diberbagai kesempatan dan tempat selama di Jepang dengan gelak tawa terpingkal pingkal. Seih seih.

2. Spanduk Provisi Maluku Utara, bagaikan Sahara di gurun Pasir

IMG-20171010-WA0083

Bendera merah putih sengaja saya bawa dari Indonesia untuk sesi foto tiap ada momen selama di Jepang. Dan bendera itu baru dibeli bertepatan momentum 17 Agustus 2017, jadi masih kinclong warnanya. Beda dengan kawan kami mas Gamal yang memperkenalkan diri dengan sebutan Boy yang dinilai keren di Ternate. Infonya bahwa spanduk tersebut dibuat satu hari jelang keberangkatan dari Jakarta yang berati saat kami di karantina pembekalan.  Awalnya kami agak jengah karena dengan label Maluku utara maka seakan kami rombongan si Gamal ini. Hari demi hari, foto kian berganti, ada yang mengoreksi detail dari posting di fb Amel ternyata kata kata Provinsi menjadi Provisi dan itu menjadi candaan (mungkin olokan) kami. Bahkan dibalas oleh Mas Boy bahwa ketika dbuat alas sholat kami tersadar betapa pentingnya spanduk tersebut, namun kembali disambut koreksi perumpamaan mas Boy oleh Amel bahwa kata kata yang ganjil yaitu ” bagaikan Sahara di Gurun Pasir”. Bukankah Sahara adalah nama gurun pasir? Kami tertawa lepas tiap keramaian yang dibuat dalam bus dengan ingatan kata kata Sahara. Apalagi diskusi diskusi terkait efek para suami seminggu di negara Jepang ini. Di kesempatan foto berikutnya akhirnya ada ide tiap spanduk mas Gamal bila akan difoto, akan dilipat sehingga yang ada adalah kegiatan KCCP saja.

IMG-20171013-WA0021

 

3. Tragedi koin mesin cuci laundry

Mesin cuci laundry di Jepang menggunakan koin pecahan 100 yen. Ketika di Kuroshio, Baruqa san menukar 1000 yen miliknya dengan koin milik kawan diantara kami. Berlalulah sendiri ia ke lokasi laundry beberapa kelok dari Penginapan. Nah ketika di tampat laundry, ternyata koin yang dipunyainya nilainya kurang 100 yen, sehingga buru buru ia kembali ke hotel meminjam koin dan segera kembali ke laundry. Pikirnya bahwa orang lain akan mudahnya hanya 100 yen, ia akan bisa mencuci dengan sisa koin yang belum dimasukan. Kami tertawa segar mendengar bagaimana membayangkan Baruqa san berlari, bolak balik ke laundry. Padahal, di laundry terdapat mesin penukar uang, dan selain itu orang Jepang adalah orang yang tidak mau mengambil hak orang lain alias anti memanfaatkan situasi atas kesulitan orang lain.

4. Seribu limaratus (Yen) untuk Film

WhatsApp Image 2017-10-12 at 13.24.12

Sabtu dini hari kami harus segera ke Bandara Osaka untuk menuju bandara Hanneda Tokyo dan segera ke Indonesia. Satu persatu koper-koper kami yang beranak pinak dikeluarkan dari kamar dan diletakkan di lobi hotel. Penginapan saat itu ditempat kami adalah Hotel Granvia Osaka. Satu persatu kami mengembalikan kunci hotel dan setelah banyak anggota rombongan kami yang sudah beres, tiba-tiba kawan kami si Ipah dipanggil namanya. Saya yang sedang duduk-duduk di kursi lobi memperhatikan dari jauh. Nampaknya dia mesti menyelesaikan administrasi alias membayar sebuah fasilitas kamar hotel. Setelah dikonfirmasi apakah menonton TV berbayar (Film) ternyata memang benar adanya, maka si Ipah dengan berat hati seribu lima ratus yen. Ternyata, hotel disini tidak memblock remote TV untuk acara TV berbayar. Sehingga bagi yang kurang berhati-hati memilih tombol maka saluran TV berbayar akan dikenakan. Pun kami semua menjadi bahan candaan kembali buat yang sudah terkena charge akibat menonton TV berbayar di Kamar Hotel. Maklum, salahsatu TV berbayar kan adalah saluran orang dewasa. hehehe. dan tidak hanya Ipah tapi juga Baruqa San dan Musa san juga. nah lho…

Tinggalkan komentar